Friday, 16 December 2022

Sarapan Gudeg Mbah Lindu, Menulis di Malio Gelato dan Loko Coffee Yogyakarta



Dari hari pertama di Yogyakarta, saya lebih banyak diajak main sama kepala redaksi dan editor. Sehingga, saya tidak benar-benar menulis novel Arunika. Paling-paling, saya membaca ulang dan mengeditnya. Nah, di dua hari terakhir saya di Yogyakarta, saya mulai mengeksplorasi kafe-kafe dan menikmati Jalan Malioboro.

Setelah jalan-jalan saya ke Malioboro tahun 2019 lalu. Kini, saya menikmati wajah Malioboro yang baru. Saya lupa tepatnya kapan, semua penjual di sisi kanan kiri jalan Malioboro dipindah ke tempat baru yang disebut dengan Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2. 

Memang, tidak ada hal yang istimewa di Jalan Malioboro. Di sana sekadar jalan dengan sisi kanan kiri yang difasilitasi trotoar dengan kursi-kursi yang lampu jalan. Namun, bagi saya Jalan Malioboro merupakan jalan yang sangat nyaman untuk saya pergunakan jalan kaki. Saya sangat suka berjalan kaki. Pada tahun 2019, saya bahkan jalan kaki dari Tugu Yogyakarta sampai ke alun-alun Yogyakarta yang ada dua pohon kembar itu. Waktu itu, saya bersama adik.

Kedatangan saya ke Malioboro hari ini adalah ingin menikmati perjalanan di trotoar Malioboro dan mencoba Loko Coffee yang ada di stasiun Tugu. Tak hanya itu, saya datang pagi-pagi karena ingin sarapan nasi gudeg Mbah Lindu. Tahun 2019 lalu, saya sudah mencobanya dan cocok, makanya saya tidak mau melewatkannya kali ini.

Perjalanan Dari Kantor Baciro


Kantor penerbit ada di Baciro, sehingga saya menuju gudeg Mbah Lindu dari sana menggunakan gojek. Biayanya cukup murah yaitu dengan harga normal Rp 12.000,-. Tapi, waktu itu saya dapat diskon sehingga hanya membayar Rp 6.000,- saja.

Saya ingat, waktu itu hari Minggu pagi. Di Jalan Malioboro sedang ada acara sehingga jalan ditutup total. Maka, driver Gojek mencari jalan memutar. Di saat itu, saya mengetahui lokasi Loko Coffee yang ternyata berdekatan dengan Jalan Malioboro. 

Setelah melalui jalan memutar, akhirnya saya sampai di nasi Gudeg Mbah Lindu yang berjualan di emperan. Seingat saya, dulu tidak ada tempat makannya. Tapi, kali ini ada ruangan untuk makan. Namun, saat itu sudah ramai pengunjung sehingga saya tidak bisa makan di dalam. Saya duduk di kursi yang ada di tepi jalan.


Saya memesan nasi gudeg dengan lauk telur. Harga yang saya bayar Rp 20.000-, tidak berubah sejak 2019 lalu. Sebagai catatan, saya tidak membeli minum. Hehe.



Selesai sarapan gudeg, saya melanjutkan perjalanan ke Malioboro. Dalam pikiran saya hari itu, saya ingin gelato di Tempo Gelato. Nyatanya, saya justru nyasar ke gelato yang ada di sekitaran Jalan Malioboro, hehe.

Malio gelato



Saat itu, hari sudah siang. Saya sudah berjalan-jalan di Malioboro, bahkan masuk ke ramayana dan Malioboro Mall. Keluar dari Malioboro mall, saya berpikir untuk mencari masjid. Dulu, saya pernah numpang salat di masjid di Jl. Malioboro. Tapi, kemarin saya tidak menemukannya. Lalu, saya melihat Malio Gelato. Kebetulan saya sedang haus dan lokasi Malio Gelato yang ala kafe, saya pun mampir.

Di Malio Gelato tidak hanya menyediakan gelato saja. Tapi, ada makanan besar, kopi, dan camilan. Bangunannya terdiri dari dua lantai. Ada ruangan di dalam, teras, dan lantai atas. Saya sebenarnya hendak duduk di lantai atas, tetapi saat itu ada reservasi, sehingga saya duduk di teras.

Siang itu, saya melanjutkan menulis novel Arunika dan makan gelato. Ya, saya hanya pesan gelato saja, sebab saya berencana ke Loko Coffee untuk makan siang.

Harga gelato di Malio Gelato yakni 35K untuk dua scoop dan ada beberapa pilihan lainnya. Maaf, saya lupa.

Saya membeli yang dua scoop dengan dua rasa.

Loko Coffee Yogyakarta



Dari Malio Gelato, saya kembali berjalan kaki menuju Loko Coffee. Apabila kalian tahu tiang Malioboro yang fenomenal itu, nah di seberang itulah Loko Coffee berada.

Loko Coffee merupakan kafe yang disediakan oleh KAI. 





Bangunan Loko Coffee memiliki satu lantai dengan konsep semi-outdoor. Ada pula meja yang berada di gerbong kereta dan di luar. Saya memilih yang berada di dalam.

Untuk makanan dan minuman yang disediakan cukup terjangkau. Akan tetapi, untuk harga segitu kurang sih rasa makanan dan minumannya. Pembayaran bisa menggunakan uang tunai maupun elektronik. Memang ya, sekarang pakai Qris jadi lebih mudah. 






Hari itu saya memesan ice cappucino, spaghetti carbonara, dan es teh. 

Di sini tersedia toilet dan mushola juga. Saya menulis Arunika kurang lebih dua sampai tiga jam, setelah itu saya salat di musala yang disediakan.

Meskipun kopi dan makannya kurang untuk saya, tetapi saya ingin mampir lagi ke Loko Coffee Shop Yogyakarta. Ya, karena saya suka suasananya. Saya bisa melihat orang-orang berlalu-lalang dan kereta api lewat. Di Loko Coffee pengunjungnya kebanyakan orang-orang yang mampir dari stasiun maupun yang akan ke stasiun.

Ketika pulang ke Mojokerto, di stasiun Yogyakarta saya melihat ruangan yang sedang direnovasi. Di depan ruangan tersebut ada logo Loko Coffee. Wah, sepertinya di dalam stasiun pun akan ada kafe ini. Jadi ingin kembali ke Jogja, deh.

No comments:

Post a Comment